Jumat, 27 Desember 2019

Mimpi Ke Luar Negri

Pencapaian di 2019

(Menulislah sebuah kisah yang nantinya mampu kau tebar menjadi benih-benih impian bagi semua) 


Di penghujung tahun 2019, saya akan bercerita salah satu pencapaian saya. Saya tidak peduli untuk dibilang lebay atau bagaimanapun, karena tujuan saya adalah menebarkan benih impian bagi semua. Seperti teman-teman (Mbak Bunga, Tegar, Wahyu, dan Miss Dian)  yang mampu menginspirasi saya untuk segera mewujudkan salah satu mimpi kecil dalam buku diary.

Semua berawal dari mimpi saya pertama masuk kuliah dan bertekad ingin keluar Negri untuk merasakan petualangan baru. Tahun pertama, saya terlena oleh asyiknya organisasi dan kepanitiaan, tapi Allah pernah mengingatkan mimpi ini melalui mbak Bunga yang berangkat ke Australia. Saya hanya bilang “wih enak’e pengennn”. Tahun kedua, saya sibuk dengan tugas, usaha sampingan (Sami Pawon), dan organisasi. Di tahun kedua ini, Allah masih mengingatkan saya untuk mimpi yang satu ini,  berangkatlah 2 orang teman saya (Tegar dan Wahyu) ke Thailand dan Turki.  Saya hanya bilang “Wih Enak’e,  kapan yo aku”.

Dan di tahun ketiga kuliah ini,  teman saya, miss Dian yang selalu tak riwuhi minta tolong di tengah kesibukannya sebagai mawapres;) berangkat ke KorSel, Korea Selatan.  Salah satu negara yang sangat saya ingin kunjungi. Jiwa iri saya bergejolak dong, tetapi saya arahkan ke hal yang positif yaitu merenung bersama Allah. Saya akhirnya menyadari bahwa ini adalah pengingat dari Allah untuk kembali pada mimpi saya yang hanya tertahan di dalam kata.

Sejak saat itu saya mulai mencari cara bagaimana caranya mimpi saya terwujud.  Dengan bekal chat kepada sobat ambyar saya (Zulfi). “Zul,  aku pengen nak luar negri”. Terbentuklah tim otw LN,  dengan formasi Saya, Zulfi dan Tegar. Mencari acara lomba atau konferensi di wilayah Asean.  Dan Allah melancarkan semuanya dengan batu-batu kesulitan mulai dari urusan keluarga, administrasi sampai pada puncaknya keuangan. Saya dan Zul yang memutuskan untuk berangkat ke Thailand dengan bermodalkan uang hasil proyekan “Nduwe ndas ngelu, ga nduwe ndas medeni” kami mampu berangkat ke Thailand,  bonus liburan ke Penang.

Saya mulai memahami sesuatu dari petualangan ini. Bahwa Allah akan selalu mendengar doamu dan ikut mengamininya, ikut pula mengingatkan kita akan sebuah mimpi yang harus kita tuju. Tinggal kita mampu tidak menangkap sinyal-sinyal pengingat-Nya. Saya sangat beruntung dikelilingi oleh teman-teman yang banyak muatan positifnya (walaupun saya banyak negatifnya).
Sepenggal kisah yang mampu saya tebarkan kepada kalian, untuk jangan pernah berhenti untuk bermimpi.  Ada cara Tuhan untuk mewujudkannya.  Dibalik kisah ini banyak juga orang yang berjasa seperti doa orangtua, Tegar, Mbak Arifah, Mas Syamsi, miss Dian dan teman-teman Lipres, doa teman-teman Pengmas dan masih banyak lagi.

Me and Zulfi
My Beloved Friends


Selesai Presentasi

Sobat Ambyar saya

Sabtu, 27 Juli 2019


CERPEN
Sebuah Pintu (Hanya Cerita Rakyat)

Ada satu kisah turun temurun di desa Pyeonghwa. Bahwa dahulu sebelum jaman semodern ini masyarakat yang tinggal disini berebut untuk memasuki pintu berwarna merah keemasan. Konon katanya pintu itulah yang bisa mengantarkan kita kekerajaan. Jika ia laki-laki ia akan menjadi penerus kerajaan. Jika ia perempuan ia akan menjadi permaisuri. Pintu itu berada di atas gunung songaksan tepatnya di lereng gunungnya, dekat jurang yang dibawahnya adalah sungai beraliran deras. Pintu itu berukirkan lambang naga merah di area tepinya dan gagang pintu berbentuk kepala naga yang berwana hitam pekat dengan kilauan emas. Jika seseorang dapat membuka dan melewati pintu itu masyarakat desa Pyeonghwa dan desa-desa lainnya terkena kutukan. Kutukan yang menyebabkan masyarakat desa tidak dapat berbicara untuk jangka waktu lima tahun bahkan bisa lebih lama lagi jika seseorang itu benar-benar menjadi raja atau permaisuri.
Seseorang turun dari bus yang datang dari arah kota. Ia membenarkan gendongan tasnya dipunggung dan mengangkat satu tas jinjing di tangan kanannya untuk segera menepi di pinggir jalan. Ia berjalan menyusuri area persawahan dan tak kunjung menemukan pemukiman. ia terus berjalan dan menemukan gubuk kecil. Ia mengetuk pintu gubuk itu untuk bertanya alamat tempat yang akan ia tuju. Tapi nihil tiada hasil. Ia mencoba memutar gagang pintu gubuk itu dan terbuka. Ketika ia mencoba mendorong pintu itu ia menemukan satu surat yang jatuh dari atap yang diselipkan di celah-celah pintu. Ia mengambil surat yang berwarna merah dan membuka segelnya.
Surat itu ku buka dan berisikan:
"Jika kau menemukkan surat ini berarti kau telah berhasil menemukan jejakku yang lainnya.
Inilah rumahku. Tempatku bersinggah. Tempatku dibesarkan oleh seorang wanita cenayang.
Tak cukup sulit bukan?
Ku harap kau menemukan rumah ini dalam keadaan mewah. Kau akan merasakan bagaimana nikmatnya bertempat tinggal disini.
Jika tidak. Keberuntungan tak berpihak kepadamu.
Pintu itu berada di atas gunung di belakang rumah ini tepatnya di lereng gunungnya, dekat jurang yang dibawahnya adalah sungai beraliran derasJadi kau harus berhati-hati. Pimtu itu diapit pohon gaharu di samping kanan kirinya. Jangan terlena dengan bunga-bunga mawar yang ada disana! Ingat! Banyak orang terlena dengan mawar-mawar itu. Apalagi yang berwarna merah. Sangat picik!.
Sudahlah cukup aku memberi petunjuk kepadamu. Ikuti perintahku dan jauhi laranganku. Nanti kau akan menemukanku di lembar-lembar yang lainnya."
Ia melipat lembaran surat itu dan memasukkannya ke dalam saku jaketnya. Ia menaruh tas jinjingnya di tanah dan menaruh tas punggungnya di atas meja kayu di dekat pintu itu. Ia mengamati gubuk itu. Ia merasa keberuntungan memang tidak berpihak kepadanya. Sebelumnya ia menemukan lembaran kertas usang di buku cerita rakyat yang ia baca. Si penulis buku itu bercerita bahwa rumahnya bak istana. Semua yang diinginkannya terpenuhi. Bahkan cenayang yang mengasuhnya pun tak lagi digunjing. Ia melangkahkan kakinya lagi untuk masuk lebih dalam ke gubuk itu. Hujan turun deras. hari mulai tampak gelap. Ia memutuskan untuk bermalam disini dan esok akan melanjutkan perjalanannya lagi. Ia melepas sepatunya dan merebahkan tubuhnya di kursi kayu panjang dekat meja tempat ia menaruh tas. Ia menatap langit-langit gubuk itu. Penuh sarang laba-laba itu berarti gubuk ini sudah lama tidak ditinggali. Ia.mengingat kembali keputusannya kemarin malam. Ketika ia jenuh dengan keadaannya sendiri dan mencoba mengikuti petunjuk yang ada di buku cerita rakyat peninggalan ibunya. Ada satu hal yang nampak aneh. Waktu kecil ia tak pernah melihat ada lembaran kertas itu dibukunya, tetapi ketika ia menemukan buku itu dari dalam rak buku lamanya dan membacanya. Lembaran itu terselip di dalamnya. Ia memejamkan matanya sembari memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi penyebab lembaran itu ada di dalam bukunya.
'Jangan-jangan lembaran itu ditaruh oleh ibu. Atau ada orang yang menyusup ke apartemen dan menaruh lembaran itu di dalam bukuku. Atau mungkin bukuku tertukar ketika pindahan. Atau lembaran itu berjalan sendiri dan langsung menempel di buku. Tidak tidak tidak. Itu tidak mungkin. Mana mungkin benda bisa berjalan sendiri. Aneh.'
Ia membuka matanya mengambil smartphonenya di dalam tas gendongnya. Pukul 19.00. Tidak ada jaringan dalam area. Smartphonenya menunjukkan tampilan waktu sekarang dan running teks yang menandakan bahwa ia tidak dapat menghubungi siapapun. Di desa yang tidak ia kenali. Dan tidak mengenal siapapun di sini. Bahkan menurut perkiraannya pemukiman masih jauh dari gubuk yang ia inapi malam ini. Ia mencoba memejamkan matanya kembali. Terbayang dibenaknya sosok ibu yang mendongenginya tentang cerita rakyat ketika ia hendak tidur. Serasa ibunya hadir di sini. Mengusap rambut cepaknya. Ia semakin terlena dengan bayang-bayang yang dibuat oleh otaknya.
Keesokan pagi, ia bangun dengan mimpi aneh. Ia bertemu seorang laki-laki menggunakan jubah bak raja. Pandangan matanya seakan ingin meluapkan rasa rindu yang mengebu-gebu. Laki-laki itu berhadapan sangat dekat dengannya tetapi ia tak bias mendengar suaranya ketika ia berbicara. Seakan ada tembok yang menghalangi suara laki-laki itu untuk sampi ke telinganya. Ia bangun dan mengambil posisi duduk. Ia mengambil smartphonenya dan melihat jam yang tertera di homescreen. Pukul 05.05. Ia mendengar suara orang di luar gubuk. Segera ia berlari kecil ke arah luar dan mengejar tiga orang laki-laki yang membawa cangkul dan memakai topi petani seperti topi meksiko.
"Jeogiyo, Ahjussi jamkkamannyo! (Permisi paman, tunggu sebentar!) "
Tiga petani itu menoleh ke belakang dan menunggu pemuda itu hingga sampai di tempat petani itu berdiri.
"Ye? Museum il-iya?  (iya? Ada apa?)"
"Ah Gamsahamnida (Terima kasih paman sudah mau menunggu). Begini paman, saya mau tanya arah. Untuk sampai ke arah lereng gunung songaksan bagaimana ya? Atau mungkin ada cara yang lain agar lebih cepat sampai paman."
"Oh ke gunung Songaksan. Lurus saja mengikuti arah jalan ini nanti kalau bertemu jalan setapak yang mengarah ke atas gunung ikuti saja jalannya. Tapi mengapa anak muda sepertimu ingin kesana?. Dan kenapa kau bisa masuk ke gubuk cenayang itu?."
"Kau mau mencari pintu naga merah ya? Pintu itu hanya cerita bohong cenayang itu untuk mengorbankan anaknya sebagai tumbal. Buktinya anak cenayang itu tak pernah kembali. Bahkan cenayang itu tega membuat cucunya jadi anak yatim dan istri anaknya jadi janda."
"Iya. Bagaimana ya kabar istri dan anaknya. Ketika cenayang itu mati pun tak terlihat ia ikut mengkremasi."
"Ah iya paman aku mengerti. Hehehe.... Aku hanya penasaran saja paman. Hanya ingin membuktikan apakah benar ada pintu naga merah itu."
"Sudah kembali saja ke kota. Jaraknya memang tak terlalu jauh jika sudah sampai sini, tapi usahamu akan sia-sia."
Petani yang sedari tadi diam ikut mendukung pernyataan pemuda itu.
"Tapi. Kutukan itu benar adanya. Warga di sekitar sini benar-benar tak bisa bicara selama tujuh tahun. Kau masih ingat Min Soo-ya? Saat itu kita bermain ke lerang gunung untuk mencari salamander. Ingat kau?"
"Ah! Benar-benar. Aku ingat sekarang."
"Ah sudah-sudah. Ayo segera ke ladang. Jangan ganggu pemuda itu. Palli wa!! (Ayok Cepat!!)"
Pemuda itu membungkukan badannya dan mengucapkan terima kasih kepada tiga petani itu. Ia kembali ke gubuk itu. Dan memikirkan kembali perkataan petani tadi. Ia menjadi yakin bahwa pintu naga merah itu benar-benar ada. Ia segera masuk ke gubuk dan membawa kembali tasnya dan melanjutkan perjalanannya.
Sesampainnya di lereng gunung ia benar-benar melihat bahwa disini banyak sekali tanaman bunga mawar ia terus melewati tanaman itu. Tapi ada satu tanaman bunga mawar yang berbeda dari yang lain. Ia hendak menghampirinya. Tiba-tiba ingatannya tentang larangan di surat itu muncul di kepalanya. Ia terus melangkah naik kearah puncak gunung Songaksan. Ada satu daun jati yang jatuh tepat di kepalanya. Ada sketetarikan yang membuat ia mengambil daun itu. Benar saja, di daun itu tertulis 'Kau akan sampai nak. Teruslah berjalan lurus ke arah puncak gunung. Kau akan menemui pintu itu.' 
Ia kembali menyimpan pesan itu di saku jaketnya, bersamaan surat-surat yang lainnya. Ia melanjutkan lagi perjalanannya. Matanya menangkap asap yang membumbung tinggi dari arah kanan jalan yang menuju arah hutan yang jarak antar pohonnya lebih rapat dari pohon-pohon sebelumnya. Ia mengikuti arah asap itu. Ia melihat ada satu gubuk yang lumayan besar dengan pohon gaharu di sisi kanan kirinya. Ia mulai ragu untuk melangkahkan kakinya ke arah gubuk itu. Ia melihat ada siluet laki-laki yang sama persis dengan laki-laki yang ada dimimpinya berjalan keluar dari arah pintu gubuk itu. Semakin lama semakin jelas bentuk tubuh dan wajah laki-laki itu. Dan benar saja laki-laki itu memang sama persis dengan laki-laki yang ada dimimpinya. Laki-laki itu mulai mendekat dan mengajaknya
"Anakku. Akhirnya kau menemukkanku. Terima kasih banyak nak."
"Tunggu dulu paman. Kenapa anda memanggilku anakmu? Siapa anda sebenarnya? Kau tak mungkin Ayahku. Ayahku sudah mati sedari aku masih berumur enam tahun."
"Maaf nak. Akulah anak cenayang itu dan ibumu adalah istriku. Selama ini aku menjelma menjadi raja di kerajaan. Itu semua karena pintu ini. Ini lah pintu naga merah itu, yang harus dijaga turun temurun."
"Aku tak mau. Aku tak mau menjadi seperti anda yang rela meninggalkan keluarga hanya demi kekuasaan. Aku tak mau!"
Pemuda itu berjalan meninggalkan gubuk itu. Tanpa melihat ke belakang kearah laki-laki itu. Ia terus berjalan dengan pikiran yang sangat kacau. Ia benar-benar tak paham apa yang terjadi saat ini. Apa benar ini nyata? Atau hanya mimpi belaka. Ia terus berjalan menuruni gunung dan mengarah ke jalan raya. Ia melewati gubuk kecil yang ia inapi kemarin malam. Ia masih berjalan sesampainya di jalan raya bus datag menghampirinya dan menaikki bus itu. Pikirannya masih kacau. Ia masih bingung dengan apa yang terjadi, bahkan sesampainya ia di apartemennya.
***
"Soo Hyun-a! Yak! Soo Hyun-a! bangun! bukakan pintunya cepat, aku sudah lelah berdiri di depan pintu. Soo Hyun-a!"
Pemuda itu bangun karena teriakan dan bel apartemennya terus berbunyi. Ia menaruh buku cerita peninggalan ibunya yang sedari tadi ia genggam saat tidur ke meja. Ia berjalan menuju pintu apartemennya dan menemukan perempuan muda yang membawa sayur-mayur dan peralatan dapur lainnya.
"Kau gila! Satu jam lebih aku menunggumu di depan pintu. Aku coba hubungi nomormu tapi tidak ada yang menjawab!".
"Maaf aku ketiduran. Dan. Aku berimpi aneh tadi. Maaf".
Pemuda itu mundur satu langkah agar perempuan itu bisa masuk rumahnya.
"Itu karena kau tidur di pagi hari! Ingat kata ibumu dulu, jangan tidur saat matahari sedang berjalan di atas kepala kita! Minggir! Kau sudah makan? Aku bawa tteobokki dan sundae".
"Belum. Kajja meogja (Ayok kita segera makan)".



Jumat, 21 Juli 2017

Sajak Kemustahilan

Sajak Kemustahilan

Retno Cahyaningsih

Hei kau yang duduk di atas bara api
Hei kau yang berdiri di atas ranjau belanda
Dan kau yang berjuang menghadang matahari

Hapus duka nestapamu
Basuh dan obati borok ditubuhmu
Dan singkirkan semua yang mengganggumu

Genggam tanganku, gapai nadiku dan raih jiwaku
Bawa sinar rembulan dimalam hari,
Siapkan juga tekad kuat dari lubuk hati.
Maju bersama menghadang matahari
Maju bersama menggapai galaksi bimasakti
Dan bersama kita mampu mengalahkan kemustahilan

Senin, 10 Juli 2017

Puisi

Jatuh cinta selain tuhan
Retno Cahyaningsih
Hati ini merasa tersentuh air surga
Yang menyebabkan kesejukkan
Yang menyebabkan kedamaian
Dan yang menyebabkan kemerkahan bunga – bunga jiwa.

Ya hanya beberapa percik air memang
Tetapi membuat yang tersentuh langsung bergembira
Seperti terbang ke atas awan dan melambung tinggi
Bagai ilalang yang tertiup angin

Oh tuhan,
Bukan maksud ingin menduakan-Mu
Tapi ini rasa lain kepada insan adam-Mu
Bila memang ini hawa nafsu belakang
Kumohon hilangkan
Bila ini rasa yang kau berikan nantinya untukku

Kumohon dekatkan walau bukan sekarang

Kisah Cinta Dan Lain – Lain (Kajian Sosiologi Sastra) : Representasi Nasib Kaum Proletar yang Termaginalisasi Oleh Kaum Borjuis di Indonesia.

Kisah Cinta Dan Lain – Lain (Kajian Sosiologi Sastra) : Representasi Nasib Kaum Proletar yang Termaginalisasi Oleh Kaum Borjuis di Indonesia.
Oleh:
Retno Cahyaningsih
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Airlangga

Abstrak
Masyarakat marginal di Indonesia saat ini maupun dahulu saat masih dijajah oleh bangsa lain, sangatlah melimpah ruah. Namun sedikit sekali orang – orang yang perduli pada masyarakat marjinal. Hal itu juga menyebabkan terbentuknya strata dalam masyarakat yaitu kaum borjuis untuk kalangan elit atau kaya dan kaum proletar untuk kalangan marjinal. Sangatlah berketimpangan, apalagi Negara Indonesia dianggap banyak Negara lain sebagai Negara yang kaya, mulai dari sumber daya alam maupun manusianya. Hal inilah yang mungkin membuat Arifin C Noor membuat naskah drama “Kisah Cinta dan Lain – Lain” sebagai kritik kepada kalangan borjuis untuk lebih peduli pada masyarakat kalangan bawah atau masyarakat marginal. Dalam lakon ini pada watak dan perilaku Nyonya dan Tuan yang lebih mentingkan hewan peliharaannya dari pada Otong dan Wilem yang menjadi pembantu rumah tangga mereka. Maka dari itu artikel ini akan membahas watak dari dialog para lakon dan kaitannya dengan marginalisasi kaum proletar oleh kaum borjuis melalui teori atau pendekatan sosiologi sastra dan struktur.
Kata Kunci: Masyarakat, Borjuis, Proletar, Marginal.
Latar Belakang
Pablo Gonzales mengatakan dalam bukunya fenomena pedesaan yaitu Marginalisasi adalah fenomena pedesaan yang menimbulkan kemelaratan dan ciri kebudayaan pribumi tertentu yang biasanya tertahan yang menunjukan fenomena integral dalam masyarakat artinya peminggiran oleh sekelompok orang. Oleh karena itu Masyarakat marjinal ialah masyarakat yang dipinggirkan oleh sekelompok tertentu. Dalam proses marginalisasi inilah membuat terbentuknya kaum  proletar dan kaum borjuis yang diungkapkan oleh Karl Marx dalam bukunya Manifesto Partai Komunis (1848). Kaum Proletar sendiri mempunyai arti lapisan sosial yang paling rendah, sedangkan Kaum Borjuis ialah kelas masyarakat dari golongan menengah ke atas (KBBI).
Moulton mengatakan drama adalah kisah hidup digambarkan dalam bentuk gerak (disajikan langsung dalam tindakan). Istilah drama datang dari khazanah kebudayaan Barat. Istilah drama berasal dari kebudayaan atau tradisi bersastra di Yunani. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Krauss (1999: 249) dalam bukunya Verstehen und Gestalten, “Gesang und Tanz des altgriechischen Kultus stammende künstlerische Darstellungsform, in der auf der Bühne im Klar gegliederten dramatischen Dialog ein Konflikt und seine Lӧsung dargestellt wird. (drama adalah suatu bentuk gambaran seni yang datang dari nyanyian dan tarian ibadat Yunani kuno, yang di dalamnya dengan jelas terorganisasi dialog dramatis, sebuah konflik dan penyelesaiannya digambarkan di atas panggung). Drama dikelompokkan sebagai karya sastra karena media yang dipergunakan untuk menyampaikan gagasan atau pikiran pengarangnya adalah bahasa (Budianta, dkk, 2002: 112). Pendapat lain yang memperkuat kedudukan drama sebagai karya sastra adalah bahwa drama termasuk ke dalam ragam sastra karena ceritanya bersifat imajinatif dalam bentuk naskah drama (Zulfahnur. dkk, 1996: 23). Marquaβ (1998: 6) pun menyatakan, “Das Lesedrama ist ein spezielle Form des Dramas, die nicht in erster Linie aufgeführt, sondern wie ein Roman gelesen werden soll“ (naskah drama adalah sebuah bentuk khusus dari drama yang tidak untuk dipentaskan, melainkan untuk dibaca selayaknya roman).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, drama adalah 1. komposisi syair atau prosa yg diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yg dipentaskan; 2. cerita atau kisah, terutama yg melibatkan konflik atau emosi, yg khusus disusun untuk pertunjukan teater. Terlepas dari apakah sebuah karya drama itu nantinya dipentaskan atau hanya sekedar dibaca saja, pada intinya apa yang disebut dengan drama adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kehidupan dan watak melalui akting dan adanya dialog atau percakapan diantara tokoh-tokoh yang ada.
Unsur-unsur pembentuk drama ada dua, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Seperti yang sudah sama-sama kita ketahui, unsur drama meliputi lakon atau cerita, pemain, tempat, dan penonton atau publik. Di dalam sebuah drama, terutama dalam naskah drama terdapat nilai-nilai kehidupan seperti nilai pendidikan, sosial, moral, budaya dan lain-lain. Nilai tersebut merupakan sebuah amanat dari seorang penulis naskah drama yang disampaikan kepada pembaca atau penikmat drama agar dapat mengilhaminya. Tulisan ini mengkaji naskah drama “Kisah Cinta dan Lain-Lain” karya Arifin C Noor dengan menggunakan analisis struktur, dan sosiologi sastra..
Struktur di sini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling terikat, saling berkaitan, dan saling bergantung.
Sosiologi sastra disini seperti halnya kritik sosiologik yang berarti penilaian yang mementingkan latar belakang sosial. Karena pada drama ini yang paling menonjol menurut saya ialah keadaan sosial antar lakon satu dengan yang lainnya.
Dalam lakon naskah drama “Kisah Cinta dan Lain – Lain” terdapat beberapa lakon yang menunjukan sifat – sifat dari kalangan borjuis dan proletar serta marginalisasi terhadap kaum proletar. Maka dari itu naskah drama karya Arifin C Noor sarat akan proses marginalisasi serta terbentuknya strata kaum yaitu kaum borjuis dan proletar.
Contohnya dalam karakter sifat Nyonya yang angkuh serta mementingkan diri sendiri yang terbukti pada dialog kutipan berikut:
Otong: begini tuan, saya lebih dulu minta ma’af, karena saya harus minta izin pulang berhubung anak saya yang masih bayi  sakit keras. … Tuan: tapi betul?... Otong: buat apa saya bohong tuan?. Saya kira selama tiga tahun saya bekerja disini saya tidak pernah rewel. Setiap waktu tuan dan Nyonya bisa mempergunakan tenaga saya…. Wilem: bayinya kejang-kejang tuan….Tuan: sekarang jam berapa? (melihat arloji) baiklah. Tapi kalau ternyata anakmu sudah sembuh sebaiknya kau kembali lagi kesini. Sewaktu-waktu mobil dibutuhkan….  Nyonya (nongol): kau jangan sembarangan, pap. Sewaktu-waktu mobil diperlukan setiap saat mobil harus siaga. Kau sudah tua tidak mungkin kau sempurna mengemudikan mobil itu….’.
Hal ini mengisyaratkan sifat – sifat dari kalangan borjuis. Sedangkan sifat dari kalangan proletar dilakonkan atau ada pada karakter dari Wilem dan Otong sebagai pembantu rumah tangga, berikut dialog kutipan Otong dan Wilem:
Otong: saya baru ingat sekarang. Astaga… Wilem: apa?.... Otong: anak saya… Wilem: kenapa?... Otong: astaga, saya baru ingat lagi sekarang… Wilem: yang mana? Eh kenapa?... Otong: Sakit… Wilem: yang mana?... Otong: yang terkecil. Yang bayi… Wilem: apa sakitnya?... Otong: mulai tadi pagi kejang… Wilem: kenapa kamu tidak minta izin pulang siang tadi?... Otong: tidak diizinkan… Wilem: kenapa tidak memaksa saja?... Otong: akibatnya?... Wilem: iya, ya… Otong: saya bisa saja memaksa atau minggat sebentar tapi kalau Nyonya cari bisa berabe. Kalau saya sampai dikeluarkan dan rumah ini apa yang akan terjadi saya   tidak bisa bayangkan. Anak saya bukan dia seorang empat…’
Dalam dialog kutipan berikut juga dibuktikan adanya proses marginalisasi.

‘Perempuan: saya mencari otong, Nyonya(yang lainya tak peduli) Dia janji mau mengawini saya. (tetap yang lainya tak peduli) kalau bayi ini lahir, saya taruh dimana?.... (NYONYA YANG LAIN TERUS BERTANGISAN DAN MENGOBROL)… (SEMUANYA MENANGIS)…  NYONYA: anjing itu memang….(menangis)…. (OTONG DAN WARTAWAN MUNCUL)…  Otong: cuma tuan alex, tuan. Wartawan-wartawan yang lain sedang mengunjungi upacara kematian anjing yang lain…. Wartawan: ikut berduka cita tuan… Nyonya: tuan alex, jangan lupa menyebutkan dalam Koran bahwa tony pernah kencing di sepatu saya. Dan tuan tau apa yang terjadi pada diri saya waktu itu. Saya bahagia sekali bahwa      ada juga yang mengencingi sepatu saya…. Perempuan: Kang otong……….!... Otong: kenapa kau kemari?....’
            Maka dalam artikel ini, saya akan membahas kaitan antara dialog para lakon dengan proses marginalisasi serta nasib masyarakat marginal dengan adanya kaum proletar dan borjuis di Indonesia.

1.      Realitas dialog para lakon pada naskah drama.
Dialog adalah sebuah percakapan yang dilakukan oleh 2 tokoh atau lebih dengan maksud tertentu untuk tujuan jalannya cerita. Dalam karya sastra tulisan atau menulis fiksi, dialog memiliki banyak fungsi. Selain untuk menggambarkan percakapan tokoh-tokohnya, dialog juga bisa memunculkan karakter dari masing-masing tokoh. Dialog juga bisa memunculkan perbedaan budaya dari masing-masing tokoh. Misalnya dengan dialek atau bahasa percakapan yang berbeda logat. Juga berfungsi sebagai penggambaran seting/latar pada sebuah cerita. Dialog juga dapat menggambarkan keadaan atau suasana pada drama tersebut
Pada drama ini juga ditemukan dialog antar lakon yang merepresentasikan watak atau karakter lakon drama. Dalam bab ini saya akan membahas lakon – lakon utama serta lakon pembantu yang turut serta membuat drama ini menjadi lebih baik dan dapat diterima manfaatnya oleh orang lain.
Pertama, dalam drama ini terdapat lakon Nyonya. Nyonya disini sebagai tokoh yang mementingkan diri sendiri, tidak peduli dengan orang lain, dan berkelakuan semaunya. Kedua, lakon Tuan yang menurut apa kata Nyonya dan bersifat keras dan gegabah. Seakan menggambarkan latar belakang sosial yang tinggi dan berada. Berikut kutipan dialog Nyonya dan Tuan yang merepresentasikan watak atau sifatnya:
‘(PINTU TERBUKA NYONYA MUNCUL DALAM TANGIS, TUAN MUNCUL LALU MENGHAMPIRI) Tuan: Sudahlah… Nyonya: Kau harus dapat menyembuhkan. Kau tau saya sangat sayang kepadanya… Tuan: Apalagi yang harus saya perbuat?... Nyonya: Saya tidak peduli… Tuan: Sudah dua orang dokter…. Nyonya: Bila perlu seluruh dokter hewan yang ada. Saya tidak perduli dengan apa yang akan kau perbuat ( diam ). Kau jangan diam saja…. Tuan(meledek): Apa saya banting saja dia?... Nyonya: Kasarnya (menjerit, menangis) (lalu exit)… Tuan: Maa saya bingung (menghampiri exit)… (WEKER MENUNJUKKAN JAM OTONG MEMUTAR JAM ITU LALU EXIT)(PINTU TERBUKA, DOKTER Y. MUNCUL LALU EXIT, LALU TUAN DAN NYONYA MUNCUL)… Nyonya: dia memang dokter paling bodoh yang ada di Jakarta ini. Kenapa kau panggil dokter pandir itu?... Tuan: Siapa lagi kenalan kita? Professor Marjo?... Nyonya: Ya, orang tua itu pasti bisa menolong nyawanya, apa Nyonya   Dia memang dokter paling bodoh yang ada di Jakarta ini. Kenapa kau panggil kau percaya pada mulut dokter swasta tadi? Bahwa umurnya tinggal satu jam… Tuan: Tak tau lah ( exit )… (TERDENGAR SUARA TUAN MANTO MENGHUBUNGI PROFESSOR MARJO LEWAT TELEPHON)… Nyonya: Willem !.... Willem(muncul): ya, Nyonya… Nyonya: Buatkan bubur, sop sudah masak?.... Willem: Sudah NYONYA…. Nyonya: Dagingnya sudah hancur?... Willem: Dagingnya juga sudah, Nyonya…. Nyonya: Bawa saja sup itu kekamar dulu. Juga susunya…. Willem: Saya Nyonya (exit)… (TUAN MUNCUL)… Nyonya: Bagaimana?... Tuan: Sebentar lagi dia datang…. Nyonya: Dia pasti datang… Tuan(memotong dengan keras): OTONG!... Otong(muncul): ya, Tuan…. Tuan: Siapa yang mematikan AC itu?.... Otong: Saya tuan… Tuan: Bangsat!!... Nyonya: Saya yang nyuruh…. Tuan: Udara begini panas… Nyonya: Saya tau…. Tuan: Lalu kenapa harus dimatikan AC itu?... Nyonya: Saya tidak tau. Tadi saya ingin AC itu mati. Sekarang tidak lagi… Tuan: Hidupkan otong!.... Otong: Saya tuan (exit)… Nyonya: Profesor itu pasti bisa menyembuhkanya…. Tuan: Jangan berharap berlebihan nanti kau terlalu kecewa… (WILLEM MUNCUL MEMBAWA SUP DAN SUSU MASUK KEDALAM KAMAR)… Nyonya: Saya yakin sekali. Sangat yakin entah apa. Tapi sekarang tidak juga professor itu tidak sanggup menyembuhkanya lebih. Ia berhanti saja memberikan kuliah-kuliah(tiba-tiba). Tuhan apa dosa saya maka kau sakiti hati saya ?...’
            Ketiga terdapat lakon Otong serta Willem yang mempunyai watak atau sifat pasrah, kalem, dan bekerja keras. Yang juga menjelaskan latar sosial tidak mampu dan adanya ketimpangan sosial. Berikut kutipan dialog sebagai bukti dari watak atau sifat dari Willem dan Otong.

OTONG: kasihan dia, tapi memang sudah tua… (WILEM MUNCUL)… OTONG: bagaimana menurut kau ?... WILEM: ndak tahu…. OTONG: makin parah ?.... WILEM: ndak tahu. Tapi tetap saja saya kira, seperti kemarin, ya gusti orang macam apa dia ?... OTONG: kenapa kau… WILEM: saya takut Nyonya jadi gila… OTONG: mana mungkin Nyonya jadi gila hanya karena binatang… WILEM: kenapa tidak mungkin ?... OTONG: lumrah orang mencintai anjing kesayangannya… WILEM: memang tapi saya belum pernah melihat laku yang berbeda seperti itu, saya belum pernah melihat Nyonya bertindak mirip seperti orang gila dan sedemikian rupa menjadikan kota Jakarta ini repot karena mencintai anjng kecuali Nyonya saya yang sekarang. Lalu saya menyangka Nyonya pantao adalah majikansaya yang paling kranjingan oleh anjingnya tapi rupanya tidak.ada Nyonya laen yang melebihi. Kau lihat sendiri sejak kemarin rumah ini begitu sibuk hanya disebabkan anjing … OTONG: sementara tak sepicing pun mata memperhatikan ketika kau kena malaria begitu ?... WILEM: bukan. Saya hanya kuatir Nyonya jadi tidak beres. Saya yakin sebentar lagi seluruh Jakarta akan sibuk hanya karena anjing itu. Memang Nyonya kita ini Nyonya seorang pemuka yang amat terkenal. Yang amat berpengaruh, seorang pengarang besar, seorang wartawan besar, seorang pemimpin partai, pendeknya seorang sangat berwibawa. Bahkan ia adalah  seorang jutawan dengan perusahaan- perusahaan dagangnya yang besar- besar. Tapi saya sampai tak habis piker, bahkan ketika saya belajar dibangku SKKA dulu di solo, saya belum pernah membaca cerita seperti ini, sungguh ajaib bahwa kesibukan ini hanya disebabkan yang sudah sangat tua dengan moncongnya yang sang minjijikan…. OTONG: Nyonya saya yang dulu  Nyonya frita selalu tidur dengan anjingnya setip malam…. WILEM: Gila , suaminya ??... OTONG: seperti biasa selalu tidur dikamar kerjanya…’
dan kutipan dialog berikut:
‘OTONG (setelah agak lama): kau nampaknya tidak sungguh-sungguh berdo’a…. WILEM: ngapain?... OTONG: kelihatan pada matamu. Seperti kucing… WILEM: memangnya saya mesti berdo’a untuk binatang itu? Kamu bagaimana?... OTONG: saya berdo’a . sungguh-sungguh berdo’a…. WILEM: ngapain?... OTONG: nggak tau. Tapi saya sungguh-sungguh. Barangkali saja terkabul/nggak taulah. Tapi saya kita belum pernah  saya begitu khusyuk berdo’a selama ini kecuali tadi nggak taulah… WILEM: ya, semula saya juga ingin berdo’a sungguh-sungguh tapi aku selalu terganggu setiap kali… OTONG: Kenapa?... WILEM: moncongnya yang ngece itu selalu membayang… OTONG: ngomong-ngomong bagaimana dengan pacarmu?... WILEM (genit): ah, Tanya itu lagi… (PINTU TERBUKA DAN MUKA NYONYA NONGOL)… NYONYA: ngapain kalian? Berdo’a, anjing?.... WILEM(Setelah agak lama):kamu sungguh-sungguh?... OTONG: Sssst…. WILEM(setelah agak lama): matamu sekarang seperti kucing… OTONG: diam tidak, ntar saya cium lagi seperti tempo hari…’

2.      Realitas para lakon pada kehidupan sekarang, di Indonesia.
Seperti yang telah saya jelaskan pada bab pendahuluan, bahwa dialog para lakon terdapat nilai – nilai yang terkandung sebagai pesan dari pengarangnya. Disini Arifin membuat para dialog para lakon sesuai karakter dan latar sosial masyarakat di Indonesia. Pertama Nyonya yang bersifat angkuh dan berbuat semaunya tanpa memikirkan orang lain, menunjukan sifat dan karakter orang – orang Indonesia dari kalangan borjuis. Sedangkan Otong dan Willem sebagai orang – orang dari kalangan proletar, karena dalam drama ini digambarkan mereka berdua sebagai pembantu rumah tangga yang sama sekali tidak dianggap sebagai manusia juga.
            Dalam drama ini juga digambarkan proses marginalisasi melalui dialog para lakon. Dibuktikan pada dialog lakon berikut:
(SEORANG PEMUDA MUNCUL)
Pemuda: saya mencari otong. Dimana otong. Anaknya meninggal…. Nyonya A : anjing itu lucu sekali…. Nyonya B: tidak Cuma lucu……….
(SEMUANYA MENGOMENTARI. KEMUDIAN MUNCUL PROFESOR MARJO)
Profesor : nah, Nyonya sekarang Nyonya harus merelakan semuanya. Tapi jangan khawatir, besok pagi herder saya akan segera bertamu kamari… Pemuda : saya mencari otong. Anaknya meninggal…. Profesor : tuan saya ikut bela sungkawa…. Nyonya: sekarang kau harus pidato, pap, pidato…. Tuan: tuan-tuan dan Nyonya-Nyonya yang kami muliakan betapa terimakasih kami atas hadiran tuan-tuan dan Nyonya-Nyonya untuk memberikan penghormatan kepada……..,     kepada………… yang tercinta………. Tony anjing kami, yang telah………(menangis) semua ini bagai…….. Nyonya:  petir di siang hari, pap…. Tuan: ya, petir disiang hari…….(menangis)… Nyonya : dia betul-betul terharu…..singkat saja, pap. Lanjutkan sebelum kau pingsan… Tuan: singkatnya dengan ini kami mengharapkan kehadiran tuan-tuan dan Nyonya-Nyonya besok pada upacara penguburan tony sayang di kebun……
(SEMUA ORANG MENYAMPAIKAN RASA DAN CITANYA SAMBIL BERJABAT TANGAN DAN MENINGGALKAN RUMAH ITU, SEMENTARA ITU)
Pemuda: saya mencari kang otong. Anaknya meninggal sore tadi… Nyonya A: tabahkan hati Nyonya… Nyonya: terimakasih tetapi siapa yang akan saya jumpai kalau besok saya bangun pagi?... Nyonya: NYONYA…..(mereka berpelukan)…. Pemuda : saya mencari otong……. Di mana otong………OTONG. Anakmu meninggal…………(lempu perlahan-lahan meredup)…

            Dalam dialog di atas terlihat Pemuda yang mencari Otong untuk menyampaikan pesan kepadanya bahwa anaknya telah meninggal dan tidak dihiraukan sama sekali oleh Nyonya – Nyonya tamu dari Nyonya-nya Otong.


3.      Kaitan antara drama dengan keadaan Indonesia.
Dalam drama “Kisah Cinta dan Lain – Lain” terdapat kesamaan keadaan atau suasana di Indonesia setelah penafsiran dialog pada naskah drama. Drama ini menceritakan ketimpangan sosial, bagaimana nasib masyarakat proletar yang mengalami proses marginalisasi oleh kaum borjuis. Hal ini terdapat pada tafsiran saya pada dialog yang sudah saya kutip pada bab sebelumnya.
Di Indonesia sendiri banyak sekali kaum proletar yang terpinggirkan oleh kaum borjuis. Kaum borjuis menganggap adanya perbedaan kelas dan tak sebandingnya dari segi fisik menjadikan kaum proletar terpinggirkan. Rata – rata di Indonesia kaum proletar didominasi masyarakat miskin. Seperti yang dilansir oleh website berita di Indonesia mengatakan ‘"Di negeri ini, angka kemiskinan, saudara-saudara yang tidak mampu dan miskin masih relatif tinggi," katanya saat Safari Ramadhan Partai Demokrat Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta di Semarang, Selasa (13/6)’[1]. Seperti diberitakan Antara.’ Hal ini seperti nasib Otong yang tak mampu membantah apa kata majikannya ketika Ia ingin pulang untuk anaknya yang sakit, karena tidak ada lagi pekerjaan jika Ia tetap memaksa untuk pulang, dan akibatnya Otong harus merelakan anaknya pergi untuk selamanya.

4.      Refeleksi pemerintah atas keadaan di Indonesia.
Puji Karyanto[2] pada jam kuliahnya menjelaskan bahwa tujuan dibuatnya karya sastra khususnya drama  ialah adannya nilai intelektualitas dan membuat seseorang menjadi lebih baik setelah membacanya. Maka dalam drama ini Arifin C Noor ingin pemerintah lebih memperhatikan masalah ketimpangan sosial pada masyarakat proletar yang menjadi kaum marginal oleh beberapa orang yang secara sengaja maupun tidak. Kemiskinan menjadi faktor utama terjadinya proses marginalisasi dan terbentuknya strata kaum borjuis dan proletar.
Dalam hal ini pemerintah Indonesia sudah mengupayakan dengan baik untuk menyelesaikan masalah ketimpangan sosial. Salah satunya ialah mengentas kemiskinan agar tidak terjadi marginalisasi pada kaum tertentu, contohnya ialah pada masa pemerintahan Jokowi[3] adanya Beasiswa Bidikmisi, Kartu Perlindungan Sosial, Kartu Indonesia Pintar, dan beberapa kartu lainnya.
Namun pada kenyataannya pembagian bantuan dalam bentuk kartu ini masih dirasa belum cukup untuk mengentas kemiskinan di Indonesia, karena bantuan yang diberikan dalam bentuk kartu yang berbasis teknologi modern sedangkan beberapa daerah di Indonesia masih ada daerah yang belum terjamah teknologi modern tersebut. Hal itu juga menjadi pekerjaan lanjutan bagi pemerintahan. Dan dalam proses pembagian bantuan tersebut masih banyak masyarakat yang dianggap mampu atau lebih dari kata berkecukupan mendapat bantuan tersebut. Salah satu contohnya ialah saat saya mendengar cerita adanya penerima bantuan beasiswa bidikmisi bagi kalangan mampu khususnya keluarga perangkat desa dan bukan dihimbaukan ke warganya.
Maka dari itu seharusnya pemerintah dapat meneliti lagi masyarakat yang akan atau sudah dapat bantuan tersebut. Agar tidak terjadi salah sasaran dalam menjalankan program kerja yang bertujuan mengentas kemiskinan tersebut.


KESIMPULAN
Dalam lakon naskah drama “Kisah Cinta dan Lain – Lain” terdapat beberapa lakon yang menunjukan sifat – sifat dari kalangan borjuis dan proletar serta marginalisasi terhadap kaum proletar. Maka dari itu naskah drama karya Arifin C Noor sarat akan proses marginalisasi serta terbentuknya strata kaum yaitu kaum borjuis dan proletar.
Pada drama ini juga ditemukan dialog antar lakon yang merepresentasikan watak atau karakter lakon drama. Dalam bab ini saya akan membahas lakon – lakon utama serta lakon pembantu yang turut serta membuat drama ini menjadi lebih baik dan dapat diterima manfaatnya oleh orang lain.
Terdapat penggambaran lakon dari kaum borjuis. Pertama, dalam drama ini terdapat lakon Nyonya. Nyonya disini sebagai tokoh yang mementingkan diri sendiri, tidak peduli dengan orang lain, dan berkelakuan semaunya. Kedua, lakon Tuan yang menurut apa kata Nyonya dan bersifat keras dan gegabah. Sedangkan sifat dari kalangan proletar dilakonkan atau ada pada karakter dari Wilem dan Otong sebagai pembantu rumah tangga. Serta lakon pemuda dan perempuan yang tidak dihiraukan oleh Nyonya A dan Nyonya B yang menjadi tamu Nyonya majikan Otong adalah bukti marginalisasi oleh kaum tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
Pablo Gonzales Casanova, 2001. Fenomena Pedesaan. INTAN PARIWARA
Yudiono, K.S, 2009. Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: GRASINDO
http://eprints.uny.ac.id/9929/3/BAB%202%20-%2007203241040.pdf
Nurul Mienyu. (2014). Sejarah dan Perkembangan Drama di Indonesia. Tersedia: http://nurulmienyu.blogspot.co.id/2014/04/sejarah-dan-perkembangan-drama-di.html  (23 Juni 2017)

Maryani. (2014). Jutawan Kaya Raya yang Tak Berdaya dalam Naskah Drama “Kisah Cinta dan Lain-Lain” Karya Arifin C. Noor (Analisis Struktural dan Nilai Pendidikan). Tersedia: http://yaniaccount.blogspot.co.id/2014/11/jutawan-kaya-raya-yang-tak-berdaya.html (24 Juni 2017)





[1] https://www.merdeka.com/peristiwa/sby-sebut-angka-kemiskinan-di-indonesia-masih-tinggi.html
[2] Dosen Sastra Indonesia di Universitas Airlangga Surabaya.
[3] Presiden Indonesia ke-7