Senin, 10 Juli 2017

Kisah Cinta Dan Lain – Lain (Kajian Sosiologi Sastra) : Representasi Nasib Kaum Proletar yang Termaginalisasi Oleh Kaum Borjuis di Indonesia.

Kisah Cinta Dan Lain – Lain (Kajian Sosiologi Sastra) : Representasi Nasib Kaum Proletar yang Termaginalisasi Oleh Kaum Borjuis di Indonesia.
Oleh:
Retno Cahyaningsih
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Airlangga

Abstrak
Masyarakat marginal di Indonesia saat ini maupun dahulu saat masih dijajah oleh bangsa lain, sangatlah melimpah ruah. Namun sedikit sekali orang – orang yang perduli pada masyarakat marjinal. Hal itu juga menyebabkan terbentuknya strata dalam masyarakat yaitu kaum borjuis untuk kalangan elit atau kaya dan kaum proletar untuk kalangan marjinal. Sangatlah berketimpangan, apalagi Negara Indonesia dianggap banyak Negara lain sebagai Negara yang kaya, mulai dari sumber daya alam maupun manusianya. Hal inilah yang mungkin membuat Arifin C Noor membuat naskah drama “Kisah Cinta dan Lain – Lain” sebagai kritik kepada kalangan borjuis untuk lebih peduli pada masyarakat kalangan bawah atau masyarakat marginal. Dalam lakon ini pada watak dan perilaku Nyonya dan Tuan yang lebih mentingkan hewan peliharaannya dari pada Otong dan Wilem yang menjadi pembantu rumah tangga mereka. Maka dari itu artikel ini akan membahas watak dari dialog para lakon dan kaitannya dengan marginalisasi kaum proletar oleh kaum borjuis melalui teori atau pendekatan sosiologi sastra dan struktur.
Kata Kunci: Masyarakat, Borjuis, Proletar, Marginal.
Latar Belakang
Pablo Gonzales mengatakan dalam bukunya fenomena pedesaan yaitu Marginalisasi adalah fenomena pedesaan yang menimbulkan kemelaratan dan ciri kebudayaan pribumi tertentu yang biasanya tertahan yang menunjukan fenomena integral dalam masyarakat artinya peminggiran oleh sekelompok orang. Oleh karena itu Masyarakat marjinal ialah masyarakat yang dipinggirkan oleh sekelompok tertentu. Dalam proses marginalisasi inilah membuat terbentuknya kaum  proletar dan kaum borjuis yang diungkapkan oleh Karl Marx dalam bukunya Manifesto Partai Komunis (1848). Kaum Proletar sendiri mempunyai arti lapisan sosial yang paling rendah, sedangkan Kaum Borjuis ialah kelas masyarakat dari golongan menengah ke atas (KBBI).
Moulton mengatakan drama adalah kisah hidup digambarkan dalam bentuk gerak (disajikan langsung dalam tindakan). Istilah drama datang dari khazanah kebudayaan Barat. Istilah drama berasal dari kebudayaan atau tradisi bersastra di Yunani. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Krauss (1999: 249) dalam bukunya Verstehen und Gestalten, “Gesang und Tanz des altgriechischen Kultus stammende künstlerische Darstellungsform, in der auf der Bühne im Klar gegliederten dramatischen Dialog ein Konflikt und seine Lӧsung dargestellt wird. (drama adalah suatu bentuk gambaran seni yang datang dari nyanyian dan tarian ibadat Yunani kuno, yang di dalamnya dengan jelas terorganisasi dialog dramatis, sebuah konflik dan penyelesaiannya digambarkan di atas panggung). Drama dikelompokkan sebagai karya sastra karena media yang dipergunakan untuk menyampaikan gagasan atau pikiran pengarangnya adalah bahasa (Budianta, dkk, 2002: 112). Pendapat lain yang memperkuat kedudukan drama sebagai karya sastra adalah bahwa drama termasuk ke dalam ragam sastra karena ceritanya bersifat imajinatif dalam bentuk naskah drama (Zulfahnur. dkk, 1996: 23). Marquaβ (1998: 6) pun menyatakan, “Das Lesedrama ist ein spezielle Form des Dramas, die nicht in erster Linie aufgeführt, sondern wie ein Roman gelesen werden soll“ (naskah drama adalah sebuah bentuk khusus dari drama yang tidak untuk dipentaskan, melainkan untuk dibaca selayaknya roman).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, drama adalah 1. komposisi syair atau prosa yg diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yg dipentaskan; 2. cerita atau kisah, terutama yg melibatkan konflik atau emosi, yg khusus disusun untuk pertunjukan teater. Terlepas dari apakah sebuah karya drama itu nantinya dipentaskan atau hanya sekedar dibaca saja, pada intinya apa yang disebut dengan drama adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kehidupan dan watak melalui akting dan adanya dialog atau percakapan diantara tokoh-tokoh yang ada.
Unsur-unsur pembentuk drama ada dua, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Seperti yang sudah sama-sama kita ketahui, unsur drama meliputi lakon atau cerita, pemain, tempat, dan penonton atau publik. Di dalam sebuah drama, terutama dalam naskah drama terdapat nilai-nilai kehidupan seperti nilai pendidikan, sosial, moral, budaya dan lain-lain. Nilai tersebut merupakan sebuah amanat dari seorang penulis naskah drama yang disampaikan kepada pembaca atau penikmat drama agar dapat mengilhaminya. Tulisan ini mengkaji naskah drama “Kisah Cinta dan Lain-Lain” karya Arifin C Noor dengan menggunakan analisis struktur, dan sosiologi sastra..
Struktur di sini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling terikat, saling berkaitan, dan saling bergantung.
Sosiologi sastra disini seperti halnya kritik sosiologik yang berarti penilaian yang mementingkan latar belakang sosial. Karena pada drama ini yang paling menonjol menurut saya ialah keadaan sosial antar lakon satu dengan yang lainnya.
Dalam lakon naskah drama “Kisah Cinta dan Lain – Lain” terdapat beberapa lakon yang menunjukan sifat – sifat dari kalangan borjuis dan proletar serta marginalisasi terhadap kaum proletar. Maka dari itu naskah drama karya Arifin C Noor sarat akan proses marginalisasi serta terbentuknya strata kaum yaitu kaum borjuis dan proletar.
Contohnya dalam karakter sifat Nyonya yang angkuh serta mementingkan diri sendiri yang terbukti pada dialog kutipan berikut:
Otong: begini tuan, saya lebih dulu minta ma’af, karena saya harus minta izin pulang berhubung anak saya yang masih bayi  sakit keras. … Tuan: tapi betul?... Otong: buat apa saya bohong tuan?. Saya kira selama tiga tahun saya bekerja disini saya tidak pernah rewel. Setiap waktu tuan dan Nyonya bisa mempergunakan tenaga saya…. Wilem: bayinya kejang-kejang tuan….Tuan: sekarang jam berapa? (melihat arloji) baiklah. Tapi kalau ternyata anakmu sudah sembuh sebaiknya kau kembali lagi kesini. Sewaktu-waktu mobil dibutuhkan….  Nyonya (nongol): kau jangan sembarangan, pap. Sewaktu-waktu mobil diperlukan setiap saat mobil harus siaga. Kau sudah tua tidak mungkin kau sempurna mengemudikan mobil itu….’.
Hal ini mengisyaratkan sifat – sifat dari kalangan borjuis. Sedangkan sifat dari kalangan proletar dilakonkan atau ada pada karakter dari Wilem dan Otong sebagai pembantu rumah tangga, berikut dialog kutipan Otong dan Wilem:
Otong: saya baru ingat sekarang. Astaga… Wilem: apa?.... Otong: anak saya… Wilem: kenapa?... Otong: astaga, saya baru ingat lagi sekarang… Wilem: yang mana? Eh kenapa?... Otong: Sakit… Wilem: yang mana?... Otong: yang terkecil. Yang bayi… Wilem: apa sakitnya?... Otong: mulai tadi pagi kejang… Wilem: kenapa kamu tidak minta izin pulang siang tadi?... Otong: tidak diizinkan… Wilem: kenapa tidak memaksa saja?... Otong: akibatnya?... Wilem: iya, ya… Otong: saya bisa saja memaksa atau minggat sebentar tapi kalau Nyonya cari bisa berabe. Kalau saya sampai dikeluarkan dan rumah ini apa yang akan terjadi saya   tidak bisa bayangkan. Anak saya bukan dia seorang empat…’
Dalam dialog kutipan berikut juga dibuktikan adanya proses marginalisasi.

‘Perempuan: saya mencari otong, Nyonya(yang lainya tak peduli) Dia janji mau mengawini saya. (tetap yang lainya tak peduli) kalau bayi ini lahir, saya taruh dimana?.... (NYONYA YANG LAIN TERUS BERTANGISAN DAN MENGOBROL)… (SEMUANYA MENANGIS)…  NYONYA: anjing itu memang….(menangis)…. (OTONG DAN WARTAWAN MUNCUL)…  Otong: cuma tuan alex, tuan. Wartawan-wartawan yang lain sedang mengunjungi upacara kematian anjing yang lain…. Wartawan: ikut berduka cita tuan… Nyonya: tuan alex, jangan lupa menyebutkan dalam Koran bahwa tony pernah kencing di sepatu saya. Dan tuan tau apa yang terjadi pada diri saya waktu itu. Saya bahagia sekali bahwa      ada juga yang mengencingi sepatu saya…. Perempuan: Kang otong……….!... Otong: kenapa kau kemari?....’
            Maka dalam artikel ini, saya akan membahas kaitan antara dialog para lakon dengan proses marginalisasi serta nasib masyarakat marginal dengan adanya kaum proletar dan borjuis di Indonesia.

1.      Realitas dialog para lakon pada naskah drama.
Dialog adalah sebuah percakapan yang dilakukan oleh 2 tokoh atau lebih dengan maksud tertentu untuk tujuan jalannya cerita. Dalam karya sastra tulisan atau menulis fiksi, dialog memiliki banyak fungsi. Selain untuk menggambarkan percakapan tokoh-tokohnya, dialog juga bisa memunculkan karakter dari masing-masing tokoh. Dialog juga bisa memunculkan perbedaan budaya dari masing-masing tokoh. Misalnya dengan dialek atau bahasa percakapan yang berbeda logat. Juga berfungsi sebagai penggambaran seting/latar pada sebuah cerita. Dialog juga dapat menggambarkan keadaan atau suasana pada drama tersebut
Pada drama ini juga ditemukan dialog antar lakon yang merepresentasikan watak atau karakter lakon drama. Dalam bab ini saya akan membahas lakon – lakon utama serta lakon pembantu yang turut serta membuat drama ini menjadi lebih baik dan dapat diterima manfaatnya oleh orang lain.
Pertama, dalam drama ini terdapat lakon Nyonya. Nyonya disini sebagai tokoh yang mementingkan diri sendiri, tidak peduli dengan orang lain, dan berkelakuan semaunya. Kedua, lakon Tuan yang menurut apa kata Nyonya dan bersifat keras dan gegabah. Seakan menggambarkan latar belakang sosial yang tinggi dan berada. Berikut kutipan dialog Nyonya dan Tuan yang merepresentasikan watak atau sifatnya:
‘(PINTU TERBUKA NYONYA MUNCUL DALAM TANGIS, TUAN MUNCUL LALU MENGHAMPIRI) Tuan: Sudahlah… Nyonya: Kau harus dapat menyembuhkan. Kau tau saya sangat sayang kepadanya… Tuan: Apalagi yang harus saya perbuat?... Nyonya: Saya tidak peduli… Tuan: Sudah dua orang dokter…. Nyonya: Bila perlu seluruh dokter hewan yang ada. Saya tidak perduli dengan apa yang akan kau perbuat ( diam ). Kau jangan diam saja…. Tuan(meledek): Apa saya banting saja dia?... Nyonya: Kasarnya (menjerit, menangis) (lalu exit)… Tuan: Maa saya bingung (menghampiri exit)… (WEKER MENUNJUKKAN JAM OTONG MEMUTAR JAM ITU LALU EXIT)(PINTU TERBUKA, DOKTER Y. MUNCUL LALU EXIT, LALU TUAN DAN NYONYA MUNCUL)… Nyonya: dia memang dokter paling bodoh yang ada di Jakarta ini. Kenapa kau panggil dokter pandir itu?... Tuan: Siapa lagi kenalan kita? Professor Marjo?... Nyonya: Ya, orang tua itu pasti bisa menolong nyawanya, apa Nyonya   Dia memang dokter paling bodoh yang ada di Jakarta ini. Kenapa kau panggil kau percaya pada mulut dokter swasta tadi? Bahwa umurnya tinggal satu jam… Tuan: Tak tau lah ( exit )… (TERDENGAR SUARA TUAN MANTO MENGHUBUNGI PROFESSOR MARJO LEWAT TELEPHON)… Nyonya: Willem !.... Willem(muncul): ya, Nyonya… Nyonya: Buatkan bubur, sop sudah masak?.... Willem: Sudah NYONYA…. Nyonya: Dagingnya sudah hancur?... Willem: Dagingnya juga sudah, Nyonya…. Nyonya: Bawa saja sup itu kekamar dulu. Juga susunya…. Willem: Saya Nyonya (exit)… (TUAN MUNCUL)… Nyonya: Bagaimana?... Tuan: Sebentar lagi dia datang…. Nyonya: Dia pasti datang… Tuan(memotong dengan keras): OTONG!... Otong(muncul): ya, Tuan…. Tuan: Siapa yang mematikan AC itu?.... Otong: Saya tuan… Tuan: Bangsat!!... Nyonya: Saya yang nyuruh…. Tuan: Udara begini panas… Nyonya: Saya tau…. Tuan: Lalu kenapa harus dimatikan AC itu?... Nyonya: Saya tidak tau. Tadi saya ingin AC itu mati. Sekarang tidak lagi… Tuan: Hidupkan otong!.... Otong: Saya tuan (exit)… Nyonya: Profesor itu pasti bisa menyembuhkanya…. Tuan: Jangan berharap berlebihan nanti kau terlalu kecewa… (WILLEM MUNCUL MEMBAWA SUP DAN SUSU MASUK KEDALAM KAMAR)… Nyonya: Saya yakin sekali. Sangat yakin entah apa. Tapi sekarang tidak juga professor itu tidak sanggup menyembuhkanya lebih. Ia berhanti saja memberikan kuliah-kuliah(tiba-tiba). Tuhan apa dosa saya maka kau sakiti hati saya ?...’
            Ketiga terdapat lakon Otong serta Willem yang mempunyai watak atau sifat pasrah, kalem, dan bekerja keras. Yang juga menjelaskan latar sosial tidak mampu dan adanya ketimpangan sosial. Berikut kutipan dialog sebagai bukti dari watak atau sifat dari Willem dan Otong.

OTONG: kasihan dia, tapi memang sudah tua… (WILEM MUNCUL)… OTONG: bagaimana menurut kau ?... WILEM: ndak tahu…. OTONG: makin parah ?.... WILEM: ndak tahu. Tapi tetap saja saya kira, seperti kemarin, ya gusti orang macam apa dia ?... OTONG: kenapa kau… WILEM: saya takut Nyonya jadi gila… OTONG: mana mungkin Nyonya jadi gila hanya karena binatang… WILEM: kenapa tidak mungkin ?... OTONG: lumrah orang mencintai anjing kesayangannya… WILEM: memang tapi saya belum pernah melihat laku yang berbeda seperti itu, saya belum pernah melihat Nyonya bertindak mirip seperti orang gila dan sedemikian rupa menjadikan kota Jakarta ini repot karena mencintai anjng kecuali Nyonya saya yang sekarang. Lalu saya menyangka Nyonya pantao adalah majikansaya yang paling kranjingan oleh anjingnya tapi rupanya tidak.ada Nyonya laen yang melebihi. Kau lihat sendiri sejak kemarin rumah ini begitu sibuk hanya disebabkan anjing … OTONG: sementara tak sepicing pun mata memperhatikan ketika kau kena malaria begitu ?... WILEM: bukan. Saya hanya kuatir Nyonya jadi tidak beres. Saya yakin sebentar lagi seluruh Jakarta akan sibuk hanya karena anjing itu. Memang Nyonya kita ini Nyonya seorang pemuka yang amat terkenal. Yang amat berpengaruh, seorang pengarang besar, seorang wartawan besar, seorang pemimpin partai, pendeknya seorang sangat berwibawa. Bahkan ia adalah  seorang jutawan dengan perusahaan- perusahaan dagangnya yang besar- besar. Tapi saya sampai tak habis piker, bahkan ketika saya belajar dibangku SKKA dulu di solo, saya belum pernah membaca cerita seperti ini, sungguh ajaib bahwa kesibukan ini hanya disebabkan yang sudah sangat tua dengan moncongnya yang sang minjijikan…. OTONG: Nyonya saya yang dulu  Nyonya frita selalu tidur dengan anjingnya setip malam…. WILEM: Gila , suaminya ??... OTONG: seperti biasa selalu tidur dikamar kerjanya…’
dan kutipan dialog berikut:
‘OTONG (setelah agak lama): kau nampaknya tidak sungguh-sungguh berdo’a…. WILEM: ngapain?... OTONG: kelihatan pada matamu. Seperti kucing… WILEM: memangnya saya mesti berdo’a untuk binatang itu? Kamu bagaimana?... OTONG: saya berdo’a . sungguh-sungguh berdo’a…. WILEM: ngapain?... OTONG: nggak tau. Tapi saya sungguh-sungguh. Barangkali saja terkabul/nggak taulah. Tapi saya kita belum pernah  saya begitu khusyuk berdo’a selama ini kecuali tadi nggak taulah… WILEM: ya, semula saya juga ingin berdo’a sungguh-sungguh tapi aku selalu terganggu setiap kali… OTONG: Kenapa?... WILEM: moncongnya yang ngece itu selalu membayang… OTONG: ngomong-ngomong bagaimana dengan pacarmu?... WILEM (genit): ah, Tanya itu lagi… (PINTU TERBUKA DAN MUKA NYONYA NONGOL)… NYONYA: ngapain kalian? Berdo’a, anjing?.... WILEM(Setelah agak lama):kamu sungguh-sungguh?... OTONG: Sssst…. WILEM(setelah agak lama): matamu sekarang seperti kucing… OTONG: diam tidak, ntar saya cium lagi seperti tempo hari…’

2.      Realitas para lakon pada kehidupan sekarang, di Indonesia.
Seperti yang telah saya jelaskan pada bab pendahuluan, bahwa dialog para lakon terdapat nilai – nilai yang terkandung sebagai pesan dari pengarangnya. Disini Arifin membuat para dialog para lakon sesuai karakter dan latar sosial masyarakat di Indonesia. Pertama Nyonya yang bersifat angkuh dan berbuat semaunya tanpa memikirkan orang lain, menunjukan sifat dan karakter orang – orang Indonesia dari kalangan borjuis. Sedangkan Otong dan Willem sebagai orang – orang dari kalangan proletar, karena dalam drama ini digambarkan mereka berdua sebagai pembantu rumah tangga yang sama sekali tidak dianggap sebagai manusia juga.
            Dalam drama ini juga digambarkan proses marginalisasi melalui dialog para lakon. Dibuktikan pada dialog lakon berikut:
(SEORANG PEMUDA MUNCUL)
Pemuda: saya mencari otong. Dimana otong. Anaknya meninggal…. Nyonya A : anjing itu lucu sekali…. Nyonya B: tidak Cuma lucu……….
(SEMUANYA MENGOMENTARI. KEMUDIAN MUNCUL PROFESOR MARJO)
Profesor : nah, Nyonya sekarang Nyonya harus merelakan semuanya. Tapi jangan khawatir, besok pagi herder saya akan segera bertamu kamari… Pemuda : saya mencari otong. Anaknya meninggal…. Profesor : tuan saya ikut bela sungkawa…. Nyonya: sekarang kau harus pidato, pap, pidato…. Tuan: tuan-tuan dan Nyonya-Nyonya yang kami muliakan betapa terimakasih kami atas hadiran tuan-tuan dan Nyonya-Nyonya untuk memberikan penghormatan kepada……..,     kepada………… yang tercinta………. Tony anjing kami, yang telah………(menangis) semua ini bagai…….. Nyonya:  petir di siang hari, pap…. Tuan: ya, petir disiang hari…….(menangis)… Nyonya : dia betul-betul terharu…..singkat saja, pap. Lanjutkan sebelum kau pingsan… Tuan: singkatnya dengan ini kami mengharapkan kehadiran tuan-tuan dan Nyonya-Nyonya besok pada upacara penguburan tony sayang di kebun……
(SEMUA ORANG MENYAMPAIKAN RASA DAN CITANYA SAMBIL BERJABAT TANGAN DAN MENINGGALKAN RUMAH ITU, SEMENTARA ITU)
Pemuda: saya mencari kang otong. Anaknya meninggal sore tadi… Nyonya A: tabahkan hati Nyonya… Nyonya: terimakasih tetapi siapa yang akan saya jumpai kalau besok saya bangun pagi?... Nyonya: NYONYA…..(mereka berpelukan)…. Pemuda : saya mencari otong……. Di mana otong………OTONG. Anakmu meninggal…………(lempu perlahan-lahan meredup)…

            Dalam dialog di atas terlihat Pemuda yang mencari Otong untuk menyampaikan pesan kepadanya bahwa anaknya telah meninggal dan tidak dihiraukan sama sekali oleh Nyonya – Nyonya tamu dari Nyonya-nya Otong.


3.      Kaitan antara drama dengan keadaan Indonesia.
Dalam drama “Kisah Cinta dan Lain – Lain” terdapat kesamaan keadaan atau suasana di Indonesia setelah penafsiran dialog pada naskah drama. Drama ini menceritakan ketimpangan sosial, bagaimana nasib masyarakat proletar yang mengalami proses marginalisasi oleh kaum borjuis. Hal ini terdapat pada tafsiran saya pada dialog yang sudah saya kutip pada bab sebelumnya.
Di Indonesia sendiri banyak sekali kaum proletar yang terpinggirkan oleh kaum borjuis. Kaum borjuis menganggap adanya perbedaan kelas dan tak sebandingnya dari segi fisik menjadikan kaum proletar terpinggirkan. Rata – rata di Indonesia kaum proletar didominasi masyarakat miskin. Seperti yang dilansir oleh website berita di Indonesia mengatakan ‘"Di negeri ini, angka kemiskinan, saudara-saudara yang tidak mampu dan miskin masih relatif tinggi," katanya saat Safari Ramadhan Partai Demokrat Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta di Semarang, Selasa (13/6)’[1]. Seperti diberitakan Antara.’ Hal ini seperti nasib Otong yang tak mampu membantah apa kata majikannya ketika Ia ingin pulang untuk anaknya yang sakit, karena tidak ada lagi pekerjaan jika Ia tetap memaksa untuk pulang, dan akibatnya Otong harus merelakan anaknya pergi untuk selamanya.

4.      Refeleksi pemerintah atas keadaan di Indonesia.
Puji Karyanto[2] pada jam kuliahnya menjelaskan bahwa tujuan dibuatnya karya sastra khususnya drama  ialah adannya nilai intelektualitas dan membuat seseorang menjadi lebih baik setelah membacanya. Maka dalam drama ini Arifin C Noor ingin pemerintah lebih memperhatikan masalah ketimpangan sosial pada masyarakat proletar yang menjadi kaum marginal oleh beberapa orang yang secara sengaja maupun tidak. Kemiskinan menjadi faktor utama terjadinya proses marginalisasi dan terbentuknya strata kaum borjuis dan proletar.
Dalam hal ini pemerintah Indonesia sudah mengupayakan dengan baik untuk menyelesaikan masalah ketimpangan sosial. Salah satunya ialah mengentas kemiskinan agar tidak terjadi marginalisasi pada kaum tertentu, contohnya ialah pada masa pemerintahan Jokowi[3] adanya Beasiswa Bidikmisi, Kartu Perlindungan Sosial, Kartu Indonesia Pintar, dan beberapa kartu lainnya.
Namun pada kenyataannya pembagian bantuan dalam bentuk kartu ini masih dirasa belum cukup untuk mengentas kemiskinan di Indonesia, karena bantuan yang diberikan dalam bentuk kartu yang berbasis teknologi modern sedangkan beberapa daerah di Indonesia masih ada daerah yang belum terjamah teknologi modern tersebut. Hal itu juga menjadi pekerjaan lanjutan bagi pemerintahan. Dan dalam proses pembagian bantuan tersebut masih banyak masyarakat yang dianggap mampu atau lebih dari kata berkecukupan mendapat bantuan tersebut. Salah satu contohnya ialah saat saya mendengar cerita adanya penerima bantuan beasiswa bidikmisi bagi kalangan mampu khususnya keluarga perangkat desa dan bukan dihimbaukan ke warganya.
Maka dari itu seharusnya pemerintah dapat meneliti lagi masyarakat yang akan atau sudah dapat bantuan tersebut. Agar tidak terjadi salah sasaran dalam menjalankan program kerja yang bertujuan mengentas kemiskinan tersebut.


KESIMPULAN
Dalam lakon naskah drama “Kisah Cinta dan Lain – Lain” terdapat beberapa lakon yang menunjukan sifat – sifat dari kalangan borjuis dan proletar serta marginalisasi terhadap kaum proletar. Maka dari itu naskah drama karya Arifin C Noor sarat akan proses marginalisasi serta terbentuknya strata kaum yaitu kaum borjuis dan proletar.
Pada drama ini juga ditemukan dialog antar lakon yang merepresentasikan watak atau karakter lakon drama. Dalam bab ini saya akan membahas lakon – lakon utama serta lakon pembantu yang turut serta membuat drama ini menjadi lebih baik dan dapat diterima manfaatnya oleh orang lain.
Terdapat penggambaran lakon dari kaum borjuis. Pertama, dalam drama ini terdapat lakon Nyonya. Nyonya disini sebagai tokoh yang mementingkan diri sendiri, tidak peduli dengan orang lain, dan berkelakuan semaunya. Kedua, lakon Tuan yang menurut apa kata Nyonya dan bersifat keras dan gegabah. Sedangkan sifat dari kalangan proletar dilakonkan atau ada pada karakter dari Wilem dan Otong sebagai pembantu rumah tangga. Serta lakon pemuda dan perempuan yang tidak dihiraukan oleh Nyonya A dan Nyonya B yang menjadi tamu Nyonya majikan Otong adalah bukti marginalisasi oleh kaum tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
Pablo Gonzales Casanova, 2001. Fenomena Pedesaan. INTAN PARIWARA
Yudiono, K.S, 2009. Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: GRASINDO
http://eprints.uny.ac.id/9929/3/BAB%202%20-%2007203241040.pdf
Nurul Mienyu. (2014). Sejarah dan Perkembangan Drama di Indonesia. Tersedia: http://nurulmienyu.blogspot.co.id/2014/04/sejarah-dan-perkembangan-drama-di.html  (23 Juni 2017)

Maryani. (2014). Jutawan Kaya Raya yang Tak Berdaya dalam Naskah Drama “Kisah Cinta dan Lain-Lain” Karya Arifin C. Noor (Analisis Struktural dan Nilai Pendidikan). Tersedia: http://yaniaccount.blogspot.co.id/2014/11/jutawan-kaya-raya-yang-tak-berdaya.html (24 Juni 2017)





[1] https://www.merdeka.com/peristiwa/sby-sebut-angka-kemiskinan-di-indonesia-masih-tinggi.html
[2] Dosen Sastra Indonesia di Universitas Airlangga Surabaya.
[3] Presiden Indonesia ke-7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar